Kebebasan Berpendapat dalam Internet dan Perangkat Penanganannya

Oleh: Sonny Zulhuda

j0341636Pada bagian lain kita singgung tentang munculnya persinggungan antara masyarakat informasi dan etika yang hidup dalam masyarakat itu sendiri (lihat posting ‘Masyarakat Internet dan Etika Sosial’). Pada kenyataannya, masih sering terjadi dimana-mana gejolak dan perselisihan yang melibatkan pemuatan konten yang dianggap melecehkan, baik itu dilihat dari aspek sosial, agama, budaya, politik, dan lain-lain. Isu-isu seperti ini datang silih berganti. Apakah gejolak ini merupakan kutukan bagi masyarakat informasi?

Tentu bukan, tapi lebih tepatnya, inilah tantangan masyarakat informasi dimana hak berpendapat dan memperoleh informasi menjadi elemen inti. Meminjam istilah Guru Besar Cyberlaw dari Universiti Malaya, Profesor Abu Bakar Munir dalam karya terbarunya State, Internet and  Information, informasi adalah ‘oksigen’ bagi kehidupan demokrasi di dunia teknologi sekarang ini.

Di Indonesia hal ini sudah direfleksikan dalam UU No. 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Namun, kebebasan ini tentunya diletakkan di dalam koridor kepentingan umum.  Hal ini jelas dinyatakan dalam ketentuan perundangan mengenai hak asasi manusia (HAM) di Indonesia seperti UUD 1945 dan UU No. 39/1999 tentang HAM, maupun di dalam traktat internasional seperti Deklarasi HAM PBB dan Konvensi Eropa tentang HAM.

Di semua dokumen itu tersurat dan tersirat bahwa hak berpendapat dan memperoleh informasi dibatasi oleh eksistensi hak orang lain dan kepentingan publik seperti pemeliharaan ketertiban masyarakat, kesusilaan dan kepentingan bangsa.

Pemuatan informasi yang dianggap anti-sosial akan terus tumbuh di Internet. Bagaimana kita menyikapinya? Untuk insiden yang telah terjadi, kita berharap aparat berwenang meneruskan usaha penyidikan dan penyelidikan sepatutnya sekaligus membuktikan efektivitas UU cyberlaw kita.

Namun perlu dipahami bahwa tantangan yang bersifat kontinyu perlu ditangani dengan solusi yang berkesinambungan pula. Perangkat hukum memang penting, namun bukan satu-satunya jalan untuk memecahkan permasalahan. Perangkat hukum yang tidak dibarengi dengan perangkat teknologi dan solusi sosial hanya akan berfungsi seperti ‘pain killer’ atau obat penahan sakit. Sesudah pengaruh obatnya habis, maka permasalahan yang ada akan kembali lagi.

Selain perangkat hukum ada perangkat lain yaitu perangkat teknologi dan rekayasa sosial. Perangkat hukum dan perundangan berfungsi memberikan kepastian hukum dengan menjelaskan hak dan kewajiban tiap orang yang terlibat. Perangkat teknologi berfungsi mengembalikan Internet ke khittahnya, yaitu teknologi yang membantu kehidupan manusia untuk penyebaran informasi, media komunikasi dan kesejahteraan ekonomi manusia.

Perangkat sosial juga tidak kalah penting. Faktor-faktor seperti kesadaran masyarakat, pengamanan sosial (kontrol keluarga, sekolah, lingkungan kerja, komunitas),  kerjasama pemangku kepentingan (pemerintah, industri dan pasar), dan pemberdayaan pengguna untuk pemanfaatan teknologi, semuanya merupakan mata rantai penting dalam proses penataan bersama muatan di Internet.

Dalam trend dan norma kerangka pengaturan, metode penataan bersama ini dikenal sebagai mekanisme pengaturan bersama (co-regulatory mechanism). Dalam sebuah konferensi tentang konten Internet di Oxford, Peter Coroneos, ketua Asosiasi Industri Internet Australia, mengaku bahwa metode ‘co-regulatory’ ini merupakan pilihan yang paling strategis dan produktif dalam mengatur muatan Internet.

Leave a Reply

Please log in using one of these methods to post your comment:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s