Tafakkur di Linimasa

Sonny Zulhuda

”Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya.” (Al-isra, Q.S. 17:36)

2009(c)ObaydullahDunia digital kini menawarkan kita kemudahan dalam hidup. Kenapa? Karena pada hakikatnya telah terjadi revolusi besar-besaran pada mekanisme pemrosesan data di sekitar kita. Kita tidak perlu lagi susah payah bepergian ke suatu tempat, jauh maupun dekat, karena segala informasi terletak di ujung jari. Kegiatan penelitian akademis, marketing sampai ke pekerjaa intelijen sudah mengoptimalkan informasi yang terkoneksi dari pelabagai sumber dan negara.

Melalui jaringan interkoneksi, data yang tersedia begitu besar jumlahnya. Teramat sangat besar. Itulah “big data”.

Kini, kita tak perlu lagi menyalakan mesin mobil atau mengisinya dengan bensin karena yang kita inginkan dapat mendatangi kita dengan sentuhan jari beberapa kali. Sebut saja ingin makan, ingin beli buku, ingin mengirim barang, ingin memanggil tukang, ingin menabung atau mengalihkan saham, ingin booking pesawat dan hotel, dan berbagai macam lagi kegiatan ekonomi kita kini dapat dilakukan dengan bantuan alat telekomunikasi di gajet kita dalam rumah kita sendiri. Tidak perlu keluar rumah, karena rumah kita sudah menjadi bagian dari pemrosesan data itu sendiri.

Demikianlah revolusi teknologi digital yang memungkinkan pemrosesan data dan informasi secara cepat, mudah dan sinergis. Sehingga melancarkan komunikasi kepada semua orang yang terkoneksi dengan mudah. Semua dimungkinkan karena telah tersedianya data dalam jumlah tak terbatas. Dalam terminologi kini, itulah “big data”.

Ketersediaan data dalam jumlah yang terkirakan mejadikan berbagai pekerjaan profesional yang sulit dan teknis menjadi mudah dan robotik. Mencari pekerjaan, berburu beasiswa, menyaring calon pegawai, mengidentifikasi data pribadi seseorang, menganalisa rekam jejak politisi, mengoleksi kesukaan seseorang melalui media sosial, hingga melacak kesalahan dan aib masa lalu, semuanya begitu mudah dilakukan. Big data tersebut kini tersedia dalam berbagai media, format, tampilan, platform, bahkan meta data yang tidak kasat mata. Intinya: Kita hidup di dunia yang dipenuhi oleh data kita. Sebuah alam dimana transparansi adalah keniscayaan, kebohongan hanyalah kejujuran yang tertunda.

Bayangkan saja, dalam hitungan satu menit, ada hampir sejuta ujaran terpampang di dinding status Facebook, ada setengah juga komentar tercipta di sekitarnya, ada seratus ribu kicauan di linimasa Twitter, ada 150 juta email yang terkirim, ada 600 video yang diupload di YouTube, ada 6000 foto yang dipampang di Flickr, dan banyak lagi data diciptakan. Hanya dalam hitungan satu menit!

Diantara ujaran dan kicauan itu, pernahkah kita rujuk kembali, apa saja yang pernah kita ucapkan tentang diri kita dan orang lain? Foto apa saja yang pernah kita upload yang sifatnya pribadi dan sangat tidak layak dikonsumsi oleh umum? Adakah di dalam untaian broadcast itu pesan-pesan kebohongan dan fitnah yang pernah kita bagi-bagikan ke orang lain? Berita palsu apalagi yang sempat terkirim tanpa kita lakukan tabayyun (verifikasi) kebenarannya? Aib masa lalu siapa yang dipampang dalam linimasa instagram kita? Biarkan aku bertafakkur sejenak…

Itulah sebabnya mereka yang terlebih dahulu menggunakan dawai/gajet di Eropa sana, kini bekoar-koar menuntut “hak untuk dilupakan” (right to be forgotten). Mereka gundah karena mesin pencarian Internet dapat dengan mudahnya membuka cerita lama, mempertontonkan aib yang kini hendak dibungkus rapat-rapat dan kalau perlu dilupakan dalam petala memori manusia? Masalahnya, mesin pun kini memiliki petala memorinya tersendiri!

Mari kita sadari sebelum terlalu lambat. Bahwa tantangan Big Data bukan hal baru bagi kita. Bahwa selama ini kita melakukan outsourcing terhadap memori dan ingatan kita, itu adalah fenomena peradaban sejak jaman baheula. Saat itu pahatan batu dalam gua dijadikan chip memory di jamannya, agar manusia dapat mengingat-ingat apa yang dialaminya dalam kehidupan dan menginformasikannya ke generasi berikutnya. Lalu pahatan itu berlanjut ke goresan diatas daun dan kulit pohon. Lalu berpindah ke atas kertas yang dicetak menggunakan mesin Gutenberg atau diproses dengan kertas Kodak. Tak lama setelah itu, mulailah petala memori kita simpan di atas media binary yang kasat mata, disimpan di almari yang juga kasat mata. Mulai dari almari bernama Desktop, laptop, disket, harddisk, soft disk sehingga dipautkannya segala informasi itu ke koridor memori di atas awan. Kini semuanya lebih mudah disimpan, lebih mudah diakses namun sayangnya makin sulit dikawal pergerakannya. Itulah Big Data ciptaan manusia.

Sementara kita lupa, di sisi kanan kiri kita sejak dahulu kala. Bergenerasi lamanya, setia tak pernah alpa, ada mesin penyimpan data yang lebih digdaya. Tidak hanya kuasa karena mampu memproses data lebih cepat dan lebih aman. Namun digdaya, karena data didapat dari output indera yang berbeda. Ada data pendengaran, ada data penglihatan, ada pula data aksara dan juga data ujaran di dalam sukma. Sungguh hebat pengumpulan data yang super mega. Itulah Big data tentang kita yang telah, masih dan terus direkam jejaknya oleh mekanisme pengumpul dan pencarian data bernama Raqib dan Atid.

Suatu hari kelak di padang Mahsyar, rekam jejak itu akan dibuka. Linimasa diri kita akan digelar selengkap-lengkapnya bagi tim pencari fakta. Dinding sosial kita akan memaparkan apa adanya segala ujaran, interaksi, juga kelibatan indera dan jiwa kita. Siapkah kita ditelanjangi oleh big data itu nanti? Apakah layak kita menuntut hak untuk dilupakan? Masihkan kita bisa menutupnya dengan berbagai cara? Lagi-lagi kita sadar, bahwa suatu hari nanti, transparansi adalah keniscayaan, dan kebohongan hanyalah kejujuran yang tertunda. Mari mengakui kekhilafan dan menjauhi pintu-pintunya, agar terdokumentasilah taubat nasuha kita.

Yaa Rabb.. Sesungguhnya aku memohon kebajikan dan keselamatan dalam agamaku, dunia, keluarga dan hartaku. Tutupilah aurat dan aibku dan tenteramkanlah aku dari rasa takut.

Yaa Allah.. seberapa besar dosa kami nan lemah ini, curahkanlah jua hujan ampunan dari langit kasihMu yang jauh lebih besar itu.

Leave a Reply

Please log in using one of these methods to post your comment:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s